SEKAPUR SIRIH
Bekerja dari pagi sampai petang di kantor? Itu sudah kuno, karena sekarang banyak orang yang mengerjakan bisnis cukup dari rumah tanpa harus repot-repot menembus kemacetan lalu lintas ke kantor. Cukup dengan seperangkat komputer, secangkir kopi dan segudang keahlian, Anda bisa menjadi juragan tanpa kantor.
: : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : :

Bisnis Rumahan

Furnitur Buat Anak Berimajinasi

Diposting oleh Agustaman | 13.57 | 0 komentar »

(Tulisan ini pernah saya tulis di majalah DUIT! edisi 11/November 2008)

Semula Really me, bisnis rumahan yang dirintis James Arthur dan adiknya hanya menjual furnitur biasa. Kemudian, mereka memberi perhatian lebih pada barang-barang dekorasi rumah bagi anak-anak.

Ini kebiasaan buruk anak-anak dimana-mana. Sehabis bermain dengan aneka mainannya, mereka malas memberesi atau menaruhnya kembali ke tempat atau wadah yang sudah disediakan. Nah, biar nantinya anak-anak itu mau memberesi mainannya kembali, Anda bisa membelikan boks penyimpan mainan dengan bentuk unik. Ada bentuk ambulans, gerobak es krim dan mobil pemadam kebakaran. Ada juga sofa yang dibawahnya berfungsi menyimpan mainan.
Boks penyimpan mainan tersebut memang sengaja diciptakan James Arthur untuk mengasah imajinasi anak-anak. Selain boks penyimpan mainan (toys box), James juga membuat aneka furnitur untuk anak, seperti tangga khusus untuk anak (untuk naik tempat tidur, cuci tangan, dsb.), meja kursi belajar, gantungan baju, hiasan dinding, tempat sampah. Semua produk furnitur tadi dihiasi dengan gambar-gambar yang mengasah imajinasi anak, semisal gambar yang menceritakan pesawat terbang berangkat sampai akhirnya mendarat di bulan. “Produk kami berkonsep the real finest thing, menciptakan barang-barang terbaik untuk anak-anak,” papar James kepada DUIT!
Menurut James, bisnis rumahan yang ia rintis bersama sang adik semula hanya menjual furnitur biasa. Kemudian, mereka memberi perhatian lebih pada barang-barang dekorasi rumah buat anak-anak. “Adik saya yang kebetulan suka jalan-jalan ke luar negeri, sering melihat barang-barang untuk anak-anak sangat diperhatikan, bentuknya artistik dan fungsional. Di sini, produk seperti itu sukar dicari. Makanya, ketika adik menawarkan kerjasama bisnis, saya langsung mengiyakan. Kebetulan, waktu itu saya sedang senang-senangnya dapat momongan. Ingin membuat sesuatu barang fungsional buat anak saya,” tambah bapak dua anak ini.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari contoh produk di internet. James kemudian mencoba membuat desain sendiri, mencari bahan baku kayu yang cocok dan mencari tukang (kayu, cat dan lukis) untuk mewujudkan idenya. Setelah berkali-kali mencoba membuat produk yang diinginkan, akhirnya terciptalah produk pertama: toys box.
“Ada sekitar 9 jenis toys box yang waktu itu saya buat. Semuanya hand made,” jelas James yang menghabiskan Rp40 juta sebagai modal awal untuk membuka Really me.
Dengan langkah yakin, James lalu membuka toko di Kemang, Jakarta Selatan untuk memasarkan produk toys box-nya. Alasannya, Kemang dihuni banyak ekspatriat dan masyakarat kelas menengah atas yang jadi sasaran produk Really me. Di sini, tak hanya toys box yang dipajang dan dijual. James juga membuat produk furnitur lain (home accessories dan home décor) untuk anak-anak.
Sayang, toko yang dibukanya tersebut hanya bertahan tiga bulan karena sepi pembeli. “Setelah saya pelajari, ternyata bukan produk saya nggak laku, tapi memang di sana sepi pembeli. Kemang nampaknya bukan primadona lagi buat tempat jualan,” analisa alumnus program D3 Foreign Business Language Universitas Surabaya ini.
Tak patah arang, lelaki yang sebelumnya berbisnis properti bersama sang ayah dan berbisnis souvenir perkawinan ini mencari alternatif lain memasarkan produknya. Dia mencoba ikut pameran Sunday Kid di Cilandak Town Square (Citos), Jakarta. Tak dinyana, pameran pertama yang diikutinya berjalan sukses. Produknya banyak terjual, bahkan banyak yang memesan. Di pameran tersebut, James mengaku mendapat masukan dari pembeli dan menambah jaringan pertemanan antar sesama peserta pameran.

Berkah Setelah Diliput
Pameran di Citos juga membawa berkah lain buat James. Beberapa media elektronik mewawancarinya. Setelah itu beberapa media cetak menuliskan profil bisnisnya. Dari situ, produknya mulai dikenal luas dan mendapat banyak pesanan termasuk dari luar Jawa, seperti Jambi, Padang dan Surabaya.
Saat ini, James baru sebatas mengerjakan pesanan saja. Maklum, pengerjaan semua produknya masih dikerjakan dengan sentuhan tangan alias handmade.
Dengan dibantu 10 orang karyawan dan 2 tukang lukis, kapasitas produksi Really me per bulan baru mencapai 20 furnitur besar dan 100 buah hiasan dinding. Harganya dipatok mulai dari Rp35 ribu sampai Rp1,3 juta (belum termasuk ongkos kirim). “Pelanggan terbesar saya, selain perorangan adalah sejumlah sekolah TK internasional dan dokter anak,” jelas pria berdarah Minahasa berusia 33 tahun ini.
Di luar produk tadi, James sebenarnya memasarkan jual perhiasan (jewelry) seperti gelang, kalung, anting-anting yang khusus dibuat sang adik untuk segmen ibu dan anak. Harga jualnya mulai dari Rp80 ribu sampai Rp1,5 juta (kristal).
Semua pengerjaan produk, mulai dari desain sampai pengecatan, semuanya dilakukan James dan karyawannya di pavilion rumah orang tuanya di kawasan Tebet Barat Dalam, Jakarta. “Selain workshop, disini juga jadi tempat pamer. Untuk sementara saya nggak mau cari ruang pamer seperti di Kemang dulu. Biarlah yang lalu jadi pelajaran untuk usaha saya,” kata James yang juga pernah ikut pameran di ICRA, Smes’Co dan di Pacific Place, Ramadhan lalu.
Saat ini, omzet Really me rata-rata bisa mencapai Rp20 jutaan sebulan. Namun, di masa pameran atau menjelang Lebaran kemarin, omzetnya bisa lebih besar lagi.
Soal persaingan, James mengaku tak menemukan pesaing yang sama. “Memang ada produsen yang membuat juga dengan teknik hand printed, tapi tetap saja beda dengan produk saya. Makanya saya tidak takut (bersaing) karena saya percaya produk kami lebih bagus kualitasnya,” tandas pria yang sempat bekerja di perusahaan periklanan ini. $ AGUSTAMAN

0 komentar

Posting Komentar