(Tulisan ini pernah saya tulis di majalah DUIT! edisi 10/II/Oktober 2007)
Sudah lebih dari lima tahun Syarifah Azizah menekuni pembuatan roti cane alias roti maryam untuk melayani konsumen yang umumnya keturunan Arab. Kini dia siap memasukkan produknya ke hypermarket.
Buat orang kebanyakan, roti cane atau roti konde mungkin bukan nama yang aneh ketimbang nama roti maryam. Sebaliknya, buat orang Timur Tengah nama roti cane justru tidak dikenal. Mereka lebih mengenal nama roti maryam, karena konon pembuat roti yang sudah berusia ratusan tahun ini bernama Maryam. Roti cane atau yang dikenal sebagai roti maryam ini, memang bukan barang baru buat penikmat makanan dari Timur Tengah. Bahkan, sudah menjadi semacam menu “wajib” buat warga keturunan Timur Tengah sebagai pengganti nasi. Roti yang juga dikenal sebagai roti konde (karena bentuknya mirip gulungan konde rambut) ini biasanya disajikan dengan susu kental manis, keju, selai, meses, madu maupun gulai dan kare.
Buat sebagian besar warga keturunan Timur Tengah yang ada di Indonesia, membuat roti cane ini bukanlah yang sulit, dan dipastikan mereka bisa membuatnya. Hanya saja, kebanyakan untuk dikonsumsi sendiri. Kalau pun dijual, juga untuk kalangan terbatas, hanya komunitas warga Arab.
Tapi, ada satu warga keturunan Timur Tengah yang sengaja memproduksi roti cane dalam jumlah banyak dan menjualnya ke konsumen umum. Namanya Syarifah Azizah. Sejak sembilan tahun yang lalu, perempuan berdarah Arab kelahiran Aceh ini menekuni bisnis pembuatan roti cane.
Dari rumahnya yang terletak di kawasan Rawabelong, Jakarta Barat, perempuan yang biasa disapa Umi Ipah ini dibantu 15 orang karyawannya bisa memproduksi 500 buah roti cane setiap bulan. Produksinya sebagian dia titipkan di toko roti dan kue Abu Salim di kawasan Condet, Jakarta Timur serta satu toko roti di Tebet, Jakarta Selatan serta sejumlah restoran masakan Arab di Jakarta. Umi Ipah juga memasarkannya lewat pameran-pameran. Ada juga yang pelanggan yang langsung mendatangi rumahnya.
“Tak jarang, para pelanggan saya sendiri yang membawanya sampai luar negeri, misalnya ke Malaysia, Brunei dan Singapura,” kata Umi Ipah yang juga kerap menerima pesanan untuk acara pesta warga keturunan Arab di Jakarta dan sekitarnya ini kepada DUIT!.
Ketika memutuskan untuk memproduksi roti cane, ibu beranak empat ini (satu putrinya sudah meninggal) memang sudah punya bisnis katering. Di bawah bendera CV Abdi Walidain, Umi Ipah biasa memenuhi pesanan katering untuk pesta atau hajatan warga keturunan Arab. Diantara makanan khas Arab yang dipesan seperti nasi kebuli, kare kambing/ayam, samboosa, roti jala dan sebagainya, Umi Ipah kerap memasukkan roti cane pada menu katering.
Dari situlah produksi roti canenya mulai dikenal orang, tak hanya sebatas warga keturunan Arab di Jakarta tapi juga masyarakat umum, termasuk warga keturunan China.
“Roti cane buatan kami masih diproduksi secara handmade, tanpa pewarna dan pengawet. Rasa dan aromanya lebih menggoda ketimbang roti sejenisnya. Saya menjualnya dalam keadaan beku dan sudah 90% matang. Bisa awet 6 bulan bila disimpan dalam frezer. Untuk lebih meyakinkan konsumen, produk kami lengkapi dengan berbagai persyaratan kesehatan dan kebersihan,”promosi perempuan kelahiran 24 Desember 1950 ini.
Dengan mengusung merek Gadrie (diambil dari marga keturunan Arab yang berasal dari kata Al Gadrie), Umi Ipah mengemas roti cane dalam dua ukuran, yakni ukuran besar isi 5 pcs (750 gr) dan ukuran kecil isi 8 pcs (750 gr). Masing-masing harganya Rp30 ribu dan Rp35 ribu.
Di luar roti cane, Umi Ipah juga memproduksi makanan khas Timur Tengah lainnya, seperti sambossa, pastry, kebuli, roti jala, tepung bumbu kare dan sebagainya. Oh ya, untuk produk samboosa, Umi Ipah bisa memproduksi 100-200 per hari, yang dijual seharga Rp2.000-Rp3.000 per buah.
Siap Masuk ke Hypermarket
Pengusaha yang sejak satu tahun yang lalu menjadi mitra binaan PT Bogasari ini mengaku, lebih serius menekuni bisnis roti canenya. Hal itu dibuktikannya dengan membawa produknya ke uji laboratorium BP POM dan mengemasnya dalam kemasan plastik lengkap dengan barcode serta labal halal. Ini dilakukannya sebagai persiapan untuk memasaukkan produk roti cane Gadrie ke supermarket dan hypermarket ternama.
“Saya sudah melengkapi beberapa persyaratan untuk bisa masuk ke sana, seperti barcode, ijin depkes dan labelisasi halal. Tinggal menunggu lampu hijau dari pihak supermarket dan hypermarket saja,” papar Umi Ipah yang kini sedang merenovasi lantai dua rumahnya yang bisa menampung 50 pegawai khusus untuk membuat cane.
Di luar itu, Umi Ipah dan suaminya Syarief Buchari juga memproduksi jamu khusus wanita hasil ramuan turun temurun keluarganya sejak ratusan tahun silam dengan merek Pusaka Noor Athos. “Sementara ini, jamu dalam bentuk pil, bubuk, tepung dan kapsul dikirim ke Timur Tengah, khususnya Dubai sebanyak 2.000 kemasan per bulan. Kami mematok harga Rp45-50 ribu per kemasan botol isi 150 tablet,” ujar Umi Ipah yang mengaku bisa meraih omzet Rp20 juta/bulan dari semua usahanya tersebut.
Bagaimana dengan usaha kateringnya? Dengan kesibukannya sekarang memproduksi roti cane, nenek empat cucu tersebut mengaku membatasi diri dalam usaha keteringnya.
“Seiring bertambahnya usia, saya tidak kuat lagi. Karena kalau dapat pesanan katering untuk jam tujuh pagi, berarti saya harus menyiapkan sejak jam tujuh malam, sampai pagi tidak tidur. Sedangkan roti cane, kami membuatnya dari jam 6 pagi dan selesai jam 5 atau 6 sore, sehingga saya bisa istirahat pada malamnya,” terang Umi Ipah yang kini sudah menyiapkan anak lelaki bungsunya untuk meneruskan usaha yang sudah dirintisnya puluhan tahun silam. $ AGUSTAMAN
artikel anda bagus dan menarik, artikel anda:
Artikel kuliner terhangat
Artikel anda di infogue
anda bisa promosikan artikel anda di http://www.infogue.com/ yang akan berguna untuk semua pembaca. Telah tersedia plugin/ widget vote & kirim berita yang ter-integrasi dengan sekali instalasi mudah bagi pengguna. Salam!
Ada kontak person yg bisa di hubungi untuk info alamat lengkap rumah produksinya ga ya ?
Terima kasih