SEKAPUR SIRIH
Bekerja dari pagi sampai petang di kantor? Itu sudah kuno, karena sekarang banyak orang yang mengerjakan bisnis cukup dari rumah tanpa harus repot-repot menembus kemacetan lalu lintas ke kantor. Cukup dengan seperangkat komputer, secangkir kopi dan segudang keahlian, Anda bisa menjadi juragan tanpa kantor.
: : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : :

Bisnis Rumahan

(Tulisan ini pernah saya tulis di Majalah DUIT! edisi 11/II/November 2007)

Aktivis pemberdayaan masyarakat, Menik Sumasroh mengolah dan memasarkan ikan hasil tangkapan nelayan. Dia juga memproduksi aneka minuman tanpa bahan pengawet. Meski pabrik minumannya kebakaran, dia tetap meneruskan usaha.

Ikan asin merupakan produk olahan ikan yang sangat popular dan digemari berbagai kalangan. Namun, sayangnya disinyalir banyak ikan asin yang beredar di pasaran mengandung berbagai bahan kimia seperti formalin dan pestisida yang membahayakan kesehatan manusia. Hal ini dilakukan para perajin dan pedagang dengan dalih untuk menjaga keawetan ikan asin dalam waktu lama.

Pengasinan ikan dilakukan sebagai upaya untuk memanfaatkan ikan yang tidak laku dipelangan, sehingga kualitas bahan baku sudah tidak baik. Produk ikan asin yang dihasilkannya pun akan cepat rusak, apalagi dengan kualitas ikan yang hampir busuk akan mengundang lalat saat ikan asin dijemur. Maka, penggunaan formalin maupun pestisida menjadi jalan keluar karena kekurangan pahaman wawasan mereka untuk mencegah munculnya belatung dan keruskan ikan karena mikroba halofilik.

“Padahal, untuk menghasilkan ikan asin yang awet dan sehat dapat dilakukan tanpa harus menambahkan bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan manusia, asalkan ikan asin diolah secara benar. Garam merupakan bahan alami yang berfungsi mengawetkan selain memberikan rasa asin,” jelas Menik Sumasroh, pemilik Ermen Food Industry.

Didorong rasa keprihatinan tadi, sejak tahun 1998 Menik bersama-sama dengan beberapa temannya yang tergabung dalam LSM Pusat Peran Serta Wanita dan LSM Cerdas Bangsa melakukan pembinaan kepada masyarakat nelayan tangkap dan kelompok wanita pengasinan untuk membuat ikan asin yang memenuhi standar kualitas pengolahan pengan yang baik dan benar (tanpa bahan pengawet).

Berawal dari keterlibatannya di kelompok nelayan yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, Menik kemudian mengambil produk ikan asin dari mereka, mengemasnya di rumah lalu menjualnya ke konsumen.

“Satu setengah tahun yang lalu ketika maraknya berita soal makanan berformalin, saya membeli produk ikan asin binaan LSM kami ke rumah. Saya kemas sendiri dengan merek Civa lalu memasarkannya ke masyarakat, lewat perorangan, outlet, restoran, katering dan hotel,” cerita Menik yang juga Ketua LSM Pusat Peran Serta Wanita dan Sekjen LSM Cerdas Bangsa ini kepada DUIT!.

Ternyata peminat ikan asin cukup tinggi, terbukti dari produksi ikan asin yang Menik lakukan cukup diminati konsumen. Meskipun awalnya mereka ragu-ragu memilih ikan asin karena takut mengandung formalin, tapi dengan penjelasan yang meyakinkan para penggemar ikan asin kembali mengonsumsinya.

“Dalam sehari rata-rata saya dapat menyediakan 25 jenis ikan asin sebanyak Rp150 kg, mulai dari teri nasi, gabus, sampai jambal roti. Ikan teri nasi dan jambal roti yang paling diminati konsumen,” papar sarjana Teknologi Pangan IPB yang mengaku bisa mengantungi omzet Rp4 juta/hari dari jualan ikan asin.

Tak hanya ikan asin yang diproduksi Menik. Ibu lima anak ini juga memproduksi aneka olahan ikan asin, seperti balado ikan kipas-kipas, balado teri, teri bawang kacang dan dendeng ikan. Belakangan, Menik yang dibantu tiga karyawannya di rumah juga memproduksi aneka olahan bandeng.

“ Untuk ikan bandeng ini, saya ambil dari binaan nelayan di Muara Gembong, Bekasi karena kebetulan saya membuat madrasah tsanawiyah di sana, juga dari nelayan Selo Sendang, Tangerang,”sambung mantan pengajar bimbingan belajar ini.

Semua produk ikan asin dan bandeng tersebut, dia jual mulai harga Rp2.500-Rp80.000 per kemasan (berat satu kemasan biasanya seperempat kilo).

Menurut perempuan kelahiran Semarang, 1970 ini prospek bisnis ikan asin sebenarnya cukup bagus. Selain pangsa pasarnya masih luas, sumber bahan bakunya pun melimpah di wilayah perairan nusantara. Jika usaha ini dilakukan optimal, kelak produk ikan asin tak perlu diimpor lagi seperti yang dilakukan Indonesia saat ini.

“Bukan itu saja. Bila itu dilakukan optimal, kebutuhan ikan asin bisa terpenuhi. Nelayan pun sejahtera karena hasil tangkapannya dapat terpasarkan semua. Sehingga mereka bisa keluar dari jaringan tengkulak,” beber mantan asisten dosen di almamaternya ini.

Musibah Kebakaran

Selain memproduksi ikan asin dan bandeng olahan, Menik ternyata sudah memproduksi aneka minuman dalam kemasan, seperti nata de coco (sari kelapa), aloe vera (lidah buaya), sirup rumput laut, orange juice, sari asem, teh dan kopi. Menik juga memproduksi vegetable snack seperti keripik wortel dan keripik jamur tiram.

Menik memulai usaha aneka minuman dan vegetable snack sejak 1997 silam. “Awalnya saya memproduksi nata de coco karena ketika itu makanan ini belum banyak dibuat orang. Kebetulan saya bisa mengolahnya dan bahan bakunya melimpah,” cerita Menik yang memulai usahanya dengan uang Rp500 ribu hasil utangan dari perkumpulan arisan di rumahnya.

Semula dia mengerjakan sendiri di rumahnya di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Ternyata produk yang ketika itu masih jarang dibuat orang disukai tetangga, teman dan kerabatnya. Pesanan pun makin banyak. Sejak itulah dirinya mulai berpikir untuk memproduksi secara massal.

“Dari duit yang terkumpul hasil perputaran penjualan, kemudian saya beli lahan di Cakung untuk saya jadikan pabrik kecil-kecilan. Saya beli mesin pengolah dan menambah karyawan sampai berjumlah 34 orang,” kata istri dari Eri Mulyorinawan, seorang wiraswastawan.

Dari pabrik itu tak hanya nata de coco yang diproduksi. Menik juga mulai memproduksi aneka minuman dalam kemasan lainnya. Produknya tersebut dijual ke beberap agen/distributor consumer good di Jakarta dan sekitarnya. Bahkan, ada juga produsen sejenis yang memesan ke pabrik milik Menik, dan menjualnya lagi dengan merek mereka sendiri.

Seiring bertambahnya pesanan, Menik lalu mendirikan satu lagi pabrik sejenis di Tajurhalang, Cijeruk, Bogor. Dengan jumlah karyawan 16 orang, pabrik ini lebih banyak memproduksi minuman orange juice dan sari asem.

Namun, malang tak dapat ditolak mujur tak dapat diraih. Tahun 2005, pabriknya yang di Cakung kebakaran akibat kecerobohan pemilik warung bakso yang bersebelahan persis dengan pabriknya. Meski, omzet produk minumannya tak seperti sebelumnya (sebelumnya bisa lebih dari Rp25 juta/bulan), Menik tak menangini nasib. Dia tetap menjalankan usahanya meski untuk itu dia harus “meminjam” pabrik ke orang lain untuk memproduksi aneka minuman dan menawarkan rumahnya untuk dibeli orang lain.

“Bagaimanapun saya masih punya kewajiban untuk menutup kewajiban ke pemasok. Sementara pembayaran dari para pelanggan saya pun masih belum mereka lunasi semua. Makanya, dengan berat hati rumah yang kami tempati sejak 1995 ini mau dijual demi kewajiban itu. Tapi, sebagai orang beriman saya percaya Allah akan memberi rezeki buat umatNya yang berusaha benar di jalan Allah,” tutur Menik dengan mata berkaca-kaca. $ AGUSTAMAN


3 komentar

  1. azwir2000 // 24 Januari 2010 pukul 22.01  

    Mas Agus,

    Makasih atas artikel ini, bagus sekali.
    Kalau boleh, saya mau minta tolong kontak Mbak Menik ini ada nggak, email, hp atau sejenisnya.

    Saya tertarik untuk memasarkan produknya.

    Terimakasih
    azwir2000@yahoo.com

  2. Pabrik Ikan Asin Tarakan // 17 Desember 2014 pukul 18.43  

    Wah Bagus. Untuk Pengambilan Barangnya Bisa di Tempat Saya :)
    Pabrik Ikan Asin Tarakan
    Call Me Please !!
    Bapak Fawwaz +62-813-1718-3023
    Jl Yos Sudarso RT 5 No.3, Tarakan,Kalimantan Utara

  3. Anonim // 26 Juli 2016 pukul 23.43  

    menginspirasi saya. terima kasih...

Posting Komentar