SEKAPUR SIRIH
Bekerja dari pagi sampai petang di kantor? Itu sudah kuno, karena sekarang banyak orang yang mengerjakan bisnis cukup dari rumah tanpa harus repot-repot menembus kemacetan lalu lintas ke kantor. Cukup dengan seperangkat komputer, secangkir kopi dan segudang keahlian, Anda bisa menjadi juragan tanpa kantor.
: : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : : BISNIS RUMAHAN : :

Bisnis Rumahan

Meritis Usaha Sejak Kuliah

Diposting oleh Agustaman | 15.51 | 3 komentar »

(Tulisan ini pernah saya tulis di majalah DUIT edisi 1/III/Januari 2008)


Sejak kuliah di Bandung Anissa Kunthi sudah membuka usaha pembuatan tas bersama teman-temannya. Kembali ke Jakarta, dia meneruskan sendiri usahanya dengan nama Quntee.

Anda penggemar wayang pasti kenal nama Dewi Kunthi, salah satu ibu dari Pandawa Lima. Tapi, pernahkah Anda mendengar nama Quntee (dibaca Kunthi)? Meski bernama agak mirip, tapi Quntee yang satu ini adalah nama merek tas buatan Anissa Kunthi, seorang entrepreneur muda yang sudah menjajakan tas buatannya sejak di bangku kuliah.

“Nama Quntee, diambil dari nama tengah saya, dipelesetkan sedikit seperti bahasa Inggris, Kunthi menjadi Quntee. Ibu saya memberi nama Kunthi karena memang beliau terispirasi dari tokoh wayang Dewi Kunthi,” papar Anissa membuka percapakan dengan DUIT!

Dara berwajah manis ini nampaknya mewarisi bakat ibunya sebagai wirausaha. Sang ibu, Yayuk Sugiharto, sudah lama dikenal sebagai pengusaha butik “Nissa” yang memproduksi dan menjajakan busana perempuan dan pengantin serta aksesorisnya. “Sejak kecil saya sudah biasa melihat ibu membuat dan berjualan pakaian di rumah. Jadi, kalaupun saya seperti ini, tidak usah heran. Bahkan adik lelaki saya juga mulai ikut-ikutan berbisnis fashion,” jelas sulung dari dua bersaudara pasangan Yayuk dan Sugiharto.

Maka, jadilah kini rumah tinggal keluarga Sugiharto, seorang pensiunan pegawai Bappenas, menjadi butik “Nissa” dan sekaligus showroom “Quntee”. Sementara untuk produksi, Anissa memanfaatkan rumah milik orang tuanya (di samping rumah induk). Dibantu seorang seorang karyawan yang kebagian tugas menjahit, Anissa memproduksi aneka produk tas perempuan dari bahan sintetis.

Pakai bahan sintetis, karena bahan bakunya tidak semahal kulit dan mudah dicari. Harga jualnya juga terjangkau para cewek ABG atau perempuan yang suka fashion,” jawab dara kelahiran Jakarta, 12 Januari 1981 ini ketika ditanya alasannya memakai bahan sintetis. Sampai saat ini, tak kurang dari 150 model tas sudah diproduksi Anissa, mulai dari jenis clutch bag (tas genggam), sling bag (selempang), tote bag (tas tangan) sampai jenis ransel untuk perempuan.

Sejatinya, perempuan yang mengaku sejak kecil senang dengan dunia fashion ini merintis usahanya sejak duduk di bangku kuliah di Bandung. Di ibukota provinsi Jawa Barat tersebut, Anissa tercatat sebagai mahasiswa FISIP UNPAD jurusan Hubungan Internasional. Di sela-sela waktu pembuatan skripsi, Anissa menyempatkan ikut kursus di Pusat Pendidikan Desain Bandung (PPDB) untuk menyalurkan bakatnya di bidang fashion. Nah, bersama teman-teman di PPDB itulah Anissa mulai merintis usaha.

“Sekitar tahun 2005, kami berempat coba-coba bikin tas dan sepatu sendiri dengan merek Jam. Dengan modal patungan juga, produk itu kami jual di toko yang lahannya juga kami beli. Produk kami cukup diminati anak-anak muda Bandung, bahkan Jakarta,” papar dara bernama lengkap Anissa Kunthi Kusumawardhani.

Sayangnya, usaha tersebut tidak langgeng. Alasannya, kata Anissa, dua teman kongsinya mengundurkan diri karena akan menikah. Seorang lagi ingin membuka butik sendiri. Jadilah dia dan satu teman tersisa meneruskan usaha. Tapi juga tidak lama, karena selesai kuliah Anissa harus kembali ke Jakarta. Toko akhirnya dijual dan hasilnya dibagi. Uang itulah yang kemudian dipakai Anissa untuk menambah modal membuka usaha sendiri di Jakarta.

Produk Berani Bersaing

Di Jakarta, Anissa yang mengaku tidak memanfaatkan sarjana S1-nya untuk mencari pekerjaan. Dia justru terpacu untuk menjadi entrepreneur, punya usaha dan membantu orang lain yang belum punya pekerjaan.

“Mungkin sudah garis tangan saya menjadi wirausahawan seperti ibu saya. Dari Bandung, saya langsung pengin buka usaha di Jakarta. Tetap di usaha fashion, tapi kali ini saya fokus di pembuatan tas perempuan,” tutur Anissa.

Bermodal Rp15 juta hasil tabungannya semasa membuka usaha di Bandung, Anissa mulai dengan dua mesin jahit dan seorang penjahit. Dia juga mulai membeli bahan-bahan baku, seperti kulit sintetis, benang, dsb di kawasan Mangga Dua, Jakarta.

Produknya, sebagian dia titipkan di butik “Nissa” milik ibunya, sebagian lagi dia pasarkan sendiri lewat ajang pameran dan pertemanan. Belum lama berselang, dia juga membuka outlet di pusat perbelanjaan ITC Permata Hijau, Jakarta.

Di tengah persaingan produk tas pabrikan besar dan produk impor dari China dan Hong Kong, produk miliknya diakui Anissa cukup diminati konsumen. “Soal desain dan harga, produk Quntee bisa bersaing dengan produk sejenis yang branded asli atau aspal dari China atau Hong Kong. Banyak ibu-ibu pejabat yang kebetulan menjadi pelanggan butik ibu saya, juga beli atau pesan tas Quntee dengan desain mereka sendiri. Mereka puas dengan hasil rancangan dan desain saya, karena kata mereka modelnya tidak pasaran,” cerita Anissa.

Sayangnya, dengan hanya dibantu satu penjahit, Anissa mengaku belum bisa memenuhi pesanan dalam jumlah besar. Untuk pesanan besar alias massal, Anissa hanya menerima untuk souvenir pernikahan dalam bentuk dompet kecil. Saat ini, dia hanya bisa menyelesaikan sekitar dua lusin tas berbagai tipe dalam seminggu. Rencananya, dia akan menambah satu lagi penjahit. “Memang susah cari tenaga penjahit, karena tidak semua penjahit bisa mewujudkan apa yang saya mau,” kilahnya.

Untuk harga jual, Anissa membanderol harga produknya mulai dari Rp75.000 (tas genggam) sampai Rp200.000 (tote bag, banyak dipakai untuk tempat laptop). Bila konsumen ingin membuat dengan desain sendiri, Anissa meminta ongkos tambahan membuat pola Rp25.000/desain.

Sementara untuk permodalan, pengusaha muda yang mengantungi omzet Rp8-10 juta sebulan ini masih mengandalkan modal sendiri dan pihak ketiga. Quntee tercatat sebagai mitra binaan PT Angkasa Pura. Dari Angkasa Pura, Quntee pernah mendapat suntikan modal usaha sebesar Rp15 juta sudah mendekati lunas. Tak hanya modal, Angkasa Pura juga membantu mempromosikan dan memasarkan produk mitra binaannya.

Dengan kondisi seperti saat ini, Anissa mengaku dirinya sebenarnya sudah cukup mendapatkan materi. Namun, sebagai seorang entrepreneur dirinya tak mau berhenti sampai disitu. Selain ingin menambah karyawan dan membuka toko lagi, Anissa juga ingin memperluas produknya. Tak sekedar memakai kulit sintetis, tapi juga memakai kulit asli.

“Saya ingin memadukan keduanya. Hasilnya adalah tas cantik, tapi harga terjangkau,” tandas dara yang segera mengakhiri masa lajangnya ini. $ AGUSTAMAN



3 komentar

  1. alva // 7 Oktober 2008 pukul 15.43  

    go anissa!!!
    sekian tahun yang lalu teman di kampus fisip unpad

    ketemu lagi dirimu udah jadi pengusaha.........ya jalannya emang beda2, aku pake ilmu-ku ...kamu jadi enterpreneur...

    top deh..

    me
    yang tiba2 ketemu kamu di indocraft

  2. Unknown // 6 Agustus 2009 pukul 11.38  

    aku mo kursus bisa?bayar brp?dan gimana?

  3. I love Lingerie // 26 Agustus 2009 pukul 21.18  

    mau lihat dan beli product nya dimana yah?

Posting Komentar